Rabu, 22 Mei 2013

Mengingatkan Orang Tua yang Bermaksiat

 
Bagaimanapun ketika orang tua berbuat pelanggaran syariat, anak tidak boleh berdiam diri. Ia berkewajiban merubahnya, supaya orang yang ia kasihi tersebut tidak terjerumus dalam kenistaan di jurang maksiat kepada Allah Azza wa Jalla , namun tidak boleh menempuh cara-cara yang justru langsung memutus tali silaturahmi dengan mereka. Allah Azza wa Jalla sudah menyatakan bahwa Nabi Ibrâhîm merupakan qudwah hasanah (teladan yang baik) bagi umat manusia. Salah satunya, dalam kegelisahan beliau yang sangat dalam karena sang bapak Azar , masih bergelut dengan penyembahan berhala dan patung-patung. Tiada kata putus asa bagi Nabi Ibrâhîm Alaihissallam . Al-Qur`ân telah menceritakan di beberapa surat bagaimana besarnya sopan-santun dan kegigihan beliau mendakwahi orang tua. Yang menarik dan mesti ditiru oleh anak-anak saat menghadapi perbuatan maksiat orang tua mereka adalah tauladan dari Nabi Ibrâhîm Alaihissallam selalu menghiasi diri dengan sifat al-hilm (bijak dan penuh kelembutan) seperti tertera dalam surat at-Taubah (9:114). Allah Azza wa Jalla berfirman: إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ Sesungguhnya Ibrâhîm adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. Beliau mempunyai kasih-sayang terhadap sesama, dan memaafkan perlakuan-perlakuan tidak baik kepadanya yang muncul dari orang-orang lain. Sikap tidak sopan orang lain tidak membuat beliau antipati, tidak menyikapi orang jahat dengan tindakan serupa. Dalam hal ini, sang bapak telah mengancam dengan berkata kepadanya: "Bencikah kamu kepada ilâh-ilâhku, hai Ibrâhîm. Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama". Namun Nabi Ibrâhîm alaihissallam menyikapinya dengan berkata: "Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan meminta ampun bagimu kepada Rabbku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku". [Maryam/19:46-47] Bentuk bakti kepada orang tua yang lain, dengan melayani mereka dalam menyelesaikan atau membantu urusan maupun pekerjaan mereka. Namun bila meminta tolong dalam perkara yang diharamkan, saat itu tidak boleh bagi anak untuk menyambut permintaan mereka. Justru, penolakannya menjadi cermin bakti anak kepada orang tua, berdasarkan sabda Rasulullah n : انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا نَنْصُرُهُ مَظْلُومًا فَكَيْفَ نَنْصُرُهُ ظَالِمًا قَالَ تَأْخُذُ فَوْقَ يَدَيْهِ Tolonglah saudaramu saat berbuat zhalim atau teraniaya. Rasulullah n ditanya: "Wahai Rasulullah, kalau menolong orang yang teraniaya kami sudah mengerti, bagaimana dengan menolong saudara yang berbuat zhalim?". Beliau menjawab: "Dengan menghalang-halanginya berbuat zhalim". [HR. al-Bukhâri, Muslim dan Ahmad] Misalnya, orang tua memerintahkan membeli sesuatu yang diharamkan, kemudian si anak menolaknya. Anak ini tidak disebut sebagai anak durhaka, akan tetapi merupakan putra yang berbakti kepada orang tuanya, karena telah menahan orang tuanya dari berbuat yang haram

Hari Ayah

 
 Al-Kisah | Seorang ayah bernama Bakri berumur penghunjung 40-an diundang sekolah anaknya untuk hadir pada 'Hari Ayah'. Sungguh dia amat enggan perkara seperti ini. Merasa sudah punya empat orang anak, bahkan yang tertua sudah masuk kuliah. Ia merasa sudah gak umurnya lagi bersenda gurau dengan anak pada Hari Ayah di sekolah. Namun karena istri dan anaknya yang nomer empat memintanya dengan sangat, ia pun datang ke sekolah anaknya dengan hati berat. Seperti yang ia duga, acara di kelas hari itu menampilkan kebolehan masing-masing anak dihadapan para ayah mereka. Terlihat di sana banyak para ayah yang berusia sekitar 30-an. Kesemua ayah itu antusias melihat buah hati mereka. Bakri hanya tersenyum, berkatalah ia dalam hati; "Dulu aku juga seperti mereka saat punya anak pertama. Tapi kini sudah gak zaman lagi baginya acara anak-anak seperti ini." Kisah Mengharukan di Hari Ayah | Satu per satu murid dipanggil untuk tampil ke depan dan menunjukkan kebolehannya Selama 5 menit. Usai penampilan maka ayah mereka dipanggil ke depan untuk menerima hadiah yang telah disiapkan oleh sang anak untuk ayah mereka. Ada yang menampilkan kebolehan bernyanyi. Ada yang menulis dan baca puisi. Berpidato dengan bahasa asing. Atraksi permainan dan banyak lagi. Kini giliran Umar, anak Bakri nomer empat yang berusia 10 tahun dipanggil namanya untuk tampil ke depan. Bakri mengira bahwa Umar pasti akan menampilkan hal serupa dengan kawan-kawannya. Diujung penampilan, Bakri harus berpura-pura sumringah dan memberi pelukan hangat kepada Umar buah hatinya. Agar semua orang di kelas itu tahu bahwa ia adalah ayah yang layak dibanggakan. Ehemmm, itulah pikirnya! "Kamu ingin menampilkan apa untuk ayahmu, Umar?" tanya ibu guru. "Aku akan tampil dengan Ustadz Amir di depan" jawab Umar bersemangat. Ibu Guru pun mempersilakan ustadz Amir untuk ke depan kelas dan tak lupa ibu guru menjelaskan kepada para ayah bahwa ustadz Amir adalah guru ekstra kurikuler yang mengajarkan baca Al Quran di sekolah. "Nah Umar, kini giliranmu untuk memulai penampilan..." ujar ibu guru. Umar mengucap salam. sedikit kata pembuka ia ucapkan. Ia berkata bahwa ia akan membaca surat Al Kahfi yang berjumlah 110 ayat. Sadar dengan waktu yang terbatas ia meminta bantuan Ustadz Amir untuk memegang mushaf Al Quran dan menyebutkan ayat mana saja untuk ia baca. Para ayah yang hadir mulai berdecak kagum. Mereka mengerti bahwa Umar bukan hanya akan membaca Al Quran, namun dia malah sudah menghafalnya! "Baik, sekarang coba kamu baca ta'awudz dan basmalah dan mulai dari ayat pertama....!" pinta ustadz Amir. Dengan memejamkan mata, Umar mulai membaca. Tak disangka...., suara yang keluar dari mulut Umar terdengar begitu merdu. Rupanya Umar membaca Al Quran mengikuti lantunan Qari cilik bernama Muhammad Taha Al Junaid yang terkenal itu. Ia membaca dengan hati yang tenang lalu membawa kedamaian pada setiap telinga yang mendengarnya. Ayat 1-5 telah dibaca Umar. Ustadz Amir mengangguk-anggukan kepalanya mengikuti bacaan Umar yang merdu tanpa sekalipun beliau putus. Lalu Ustadz Amir meminta Umar untuk membaca dari ayat 60. Umar pun membaca dengan suara yang menenangkan jiwa. Kisah Mengharukan di Hari Ayah | Semua mata dari para ayah yang hadir kita mulai berkaca-kaca. Seolah mereka penuh harap andai anak2 mereka bisa seperti Umar. Demikian pula dengan Bakri, ayah Umar. Ia yang tadinya tidak sepenuh hati datang ke sekolah. Kini malah ia begitu antusias! Lalu ustadz Amir meminta Umar untuk pindah lagi ke ayat 107 -110 sebagai penutup penampilannya. Maka Umar pun membacanya tanpa satu pun kesalahan. Begitu Umar menyudahi bacaannya, belum juga dipersilakan maka bangkitlah Bakri dari duduknya dan langsung berjalan ke depan dan memeluk Umar. Terlihat rasa bangga yang terpancar dari wajah Bakri usai melihat penampilan buah hatinya. Para hadirin pun menyaksikan bahwa Bakri beberapa kali menyeka air mata yang berderai di pipinya. Seisi ruangan terpukau dengan lantunan Al Quran yang dibacakan dengan suara merdu Umar. Menyudahi suasana yang haru itu, ibu guru membuka tanya kepada Umar, "Mengapa engkau ingin membaca Al Quran untuk ayahmu sedangkan semua temanmu tak ada yang terpikir untuk melakukannya, Umar?" Rupanya Umar pun turut haru usai dipeluk sedemikian hangat oleh sang ayah. Dengan mata berkaca-kaca Umar berkata, "Ustadz Amir pernah ajarkan aku untuk rajin belajar Al Quran. Beliau sampaikan bahwa orang yang hafal Al Quran membuat kedua orang tuanya mulia di akhirat. Kedua orang tua akan mendapat mahkota dari cahaya dimana cahayanya lebih indah dari sinar mentari dunia... Aku ingin, ayah & ibuku mendapat kemuliaan seperti itu dari Allah Swt karena itu aku belajar menghafal Al Quran bersama ustadz Amir." "Subhanallah...." terdengar suara para ayah berkumandang di kelas itu. Semuanya berkeinginan anak-anak mereka seperti Umar. "Apakah saya boleh bicara?" tanya Bakri kepada para hadirin. Semua orang mempersilakan. "Hmmm...., hari ini adalah hari yang teramat bahagia untuk saya. Anda semua para ayah tak ada bedanya aku rasa. Kita menyekolahkan anak-anak kita di sekolah terbaik seperti sekolah ini. Dengan biaya yang tak murah, dengan segala fasilitas duniawi yang serba ada. Mungkin dibenak kita para ayah adalah jangan sampai anak-anak kita tidak bisa mengejar kemajuan dunia.... Terus terang aku sudah hampir 50 tahun. Aku punya empat orang anak, dan Umar adalah putraku yang terakhir. Dengan ambisi duniawiku, aku sekolahkan ia di sini dengan harapan bahwa ia akan memiliki masa depan gemilang. Aku tersadar bahwa pemikiran putraku ini justru telah membuat masa depanku gemilang. Ia mempelajari dan menghafal Kitabullah Al Quran agar supaya kedua orang tuanya memiliki masa depan yang gemilang di akhirat! Terima kasih anakku... Maafkan ayah yang lupa untuk mendidikmu untuk mempelajari Al Quran...." Bakri pun lalu memeluk Umar kembali. Keduanya menagis haru, dan seluruh kelas pun hening terdiam menyaksikannya.....!